MAKALAH
|
AQIDAH ISLAMIYAH
|
TAUHID
RUBUBIYAH, TAUHID ULUHIYAH DAN ASMA WA SIFAT
|
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR FAKULTAS FKIP
2015/2016
|
|
PEMBAHASAN
A. Tauhid
Kata
TAUHID dalam bahasa Arab berasal dari kata (wahhada – yuwahhidu – tauhidan),
dan makna (wahhadasy syai’a) yaitu menjadikan (sesuatu) satu-satunya, dan
semuanya berasal dari kata (wahidun) yang berarti satu atau tunggal.
Adapun
menurut arti dalam syari’at maka makna tauhid bila dimutlakkan maksudnya adalah
menyendirikan/mengesakan Allah dalam beribadah kepadanya. Adapun pengertian
secara lebih luas lagi adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan
kekhususan bagi Allah, baik dalam hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, maupun
asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
1. Tauhid
Rububiyah
Tauhid Rububiyah diambil dari salah
satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna yaitu : pemeliharaan,
pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa. Secara umumnya dapat
diartikan mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta,
menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll. Tauhid rububiyah yaitu suatu
kepercayaan bahwa yang menciptakan alam dunia beserta isinya ini hanyalah Allah
sendiri tanpa bantuan siapapun. Dunia ini
ada yang menjadikan yaitu Allah SWT dan semua orang meyakininya.
Setelah mengetahui bahwa pencipta
kita adalah Allah swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya berada di
tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia yang
mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita. Allah maha kuat tiada kekuatan yang menyamai Allah. Maka timbullah
kesadararan bagi mahluk untuk mengagungkan Allah. Mahluk harus bertuhan hanya
kepada Allah, tidak kepada yang lain. Maka keyakinan inilah yang disebut dengan
tauhid rububiyah. Jadi tauhid rububiyah adalah tauhid yang
berhubungan dengan ketuhanan.
Sebagaimana telah dikatahui bahwa iman kepada
wujud Allah, ke-Esaan, serta rububiyyah-Nya atas seluruh mahluknya merupakan perkara yang
memang hati telah tercipta dan jiwa telah terbentuk untuknya, juga telah
sepakat atasnya seluruh umat, sebab Allah sangat jelas dan sangat nyata
sehingga tidak memerlukan dalil untuk membuktikan wujudnya. Allah SWT
berfirman :
cÎ) ãNä3/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû ÏpGÅ 5Q$r& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# ÓÅ´øóã @ø©9$# u$pk¨]9$# ¼çmç7è=ôÜt $ZWÏWym }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur tPqàfZ9$#ur ¤Nºt¤|¡ãB ÿ¾ÍnÍöDr'Î/ 3 wr& ã&s! ß,ù=sø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÎÍÈ
Artinya :
“
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan –Nya pula)matahari, bulan
dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya.ingatlah menciptakan
dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.Al-A’raf
: 54)
2. Tauhid
Uluhiyah
Ulluhiyyah
diambil dari kata al-ilah yang maknanya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan
sesuatu yang ditaati secara mutlak dan total. kata llah ini diperuntukkan
bagi sebutan sesembahan yang benar (haq).
Tauhid uluhiyyah adalah menyakini bahwa tiada tuhan selain Allah SWT.
Ini juga merupakan hasil lain keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia.
Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt, pengaturan dan pengarahan hidup
kita diserahkan kepada-Nya. Tauhid uluhiyah juga di sebut tauhid ubudiyyah
Yaitu menyendirikan/mengesakan Allah dalam ibadah. Maka yang berhak untuk
diibadahi hanyalah Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ
الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (satu-satunya)
yang (memiliki hak untuk disembah), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
selain Allah itulah yang batil.” [QS.
Luqman: 30].
Berdasarkan firman di atas dalam
tauhid uluhiyyah ini mengharuskan seseorang menjadi hamba yang beribadah kepada
Allah semata, yang tunduk hanya kepada-Nya, dengan rasa cinta dan pengagungan
kepada-Nya, serta beribadah menurut syari’at yang telah Allah gariskan.
Tauhid Uluhiyyah ini berhubungan erat dengan dua
hal, yaitu:
1) Amal/perbuatan,
2) Ibadah.
Supaya
kedua hal tersebut mendapat pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk
meyakinkan pentingnya Niat/Ikhlas didalam beramal dan beribadah. Para ulama
telah sepakat Niat yang Murni berperan penting dalam meridhoi amal dan ibadah
yang kita lakukan sehari-hari.
Ibnu Athoillah
menyatakan bahwa Niat/Ikhlas adalah Ruhnya:
“Amal-Amal adalah laksana gambaran-gambaran yang berdiri tegak dan yang
menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlas/niat”
Berdasarkan keterangan di atas, amal-amal seperti sholat dan bersedekah tidak
akan ada ruhnya dalam arti tidak akan diterima dan diberi pahala apabila tidak
diiringi dengan niat yang murni. Sholat yang dikerjakan ataupun sedekah yang
berjuta-juta tanpa ada niat yang benar seolah-olah sholat dan sedekah yang
berjuta-juta itu laksana jasad yang mati tergeletak tak ada arti.
Oleh karena itu, setiap aktifitas ibadah seperti: sedekah, puasa,
apabila kosong tanpa keikhlasan/niat didalamnya, maka sedekah, puasa, berdzikir
tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat (kebiasaan).
Ibnu Abbas menyatakan
bahwa:
كل عبادة خلت من
الإخلاص فليست عبادة بل هي
عادة
“Setiap ibadah yang kosong dari ikhlas/niat,
maka itu bukanlah ibadah tetapi ia disebut kebiasaan (adat)”
3.
Tauhid Asma’ Wa Sifat
Secara
bahasa Kata “اسماء” adalah bentuk jama dari kata “اسم”, yang artinya ‘nama’.
“اسماء الله” berarti ‘nama-nama Allah’. اسماء الحسنى berarti nama-nama yang
baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah
nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar
Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
Sedangkan kata “صفة” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam
bahasa indonesia. Kata “صفة” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang
melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab
mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi
rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang
dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi
lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “صفة الله” mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa
saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu,
sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah
memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki
kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit
dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara,
dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan
kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Secara istilah syariat, tauhid
asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah,
yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan hukum-hukumnya
tanpa Tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil/tasybih.
1. Tahrif
(menyimpangkan makna)
yaitu
mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil. Misalnya:
Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum.
2. Ta’thil (menolak)
Yaitu
menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara
keseluruhan maupun hanya sebagian. Contoh menolak secara keseluruhan adalah
sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah.
Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah
berarti dia musyrik. Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte
Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat
saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak
nama lainnya.
3.
Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu
menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah.
Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada
ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk
menggambarkannya.
4. Tamtsil/Tasybih
(menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya,
berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di
‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupadengan-Nya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
ليس كثله شيء وهو السميع البصير
Artinya:
“Tiada yang menyerupai-Nya
segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As Syura :
11)
‘Itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta’ala didasari atas dua prinsip:
1. Bahwasanya Allah
Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara
mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.
2 .Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
2 .Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak sifat-sifat
yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah
Subhanahu wa Ta’ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang
Asma’ (Nama-Nama) dan ayat-ayat-Nya, tidak menanyakan tentang bagaimana
Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.
Ahlus Sunnah
wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu
apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang
sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat diqiaskan dengan
makhluk-Nya.
Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam menuturkan Sifat dan Asma’Nya, memadukan antara
an-Nafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan) Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah
tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah
jalan yang lurus (ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah
karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
B. Kesimpulan
Tauhid Rububiyah : Ialah mengimani bahwa Allah swt adalah pencipta segala
sesuatu dan tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut dan kita sebagai
manusia harus mempercayai bahwa Allah lah yang menciptakan segala sesuatu yang
ada di muka bumi ini.
Tauhid Uluhiyah : ialah mengimani bahwa hanya Allah lah yang berhak
disembah dan tidak ada sekutu baginya, oleh karena itu segala bentuk ibadah
yang kita kerjakan hanya kita tujukan kepada Allah saja, tidak boleh ada satu
ibadah pun yang kita tujukan kepada selain Allah.
Asma wa Sifat : Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah
di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat
Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan
memisalkan.
Dan ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh setiap umat muslim karena
ketiga tauhid tersebut tidak bisa di pisah-pisahkan. Jika kita tidak mengimani
satu saja di antaranya, maka kita tergolong orang-orang musyrik.