Sabtu, 27 Februari 2016

Makalah Aqidah Islamiyah




MAKALAH
AQIDAH ISLAMIYAH
TAUHID RUBUBIYAH, TAUHID ULUHIYAH DAN ASMA WA SIFAT






 


 UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR                        FAKULTAS FKIP                                                         2015/2016
Lilis Melasanti

 


PEMBAHASAN
A.     Tauhid
Kata TAUHID dalam bahasa Arab berasal dari kata (wahhada – yuwahhidu – tauhidan), dan makna (wahhadasy syai’a) yaitu menjadikan (sesuatu) satu-satunya, dan semuanya berasal dari kata (wahidun) yang berarti satu atau tunggal.
Adapun menurut arti dalam syari’at maka makna tauhid bila dimutlakkan maksudnya adalah menyendirikan/mengesakan Allah dalam beribadah kepadanya. Adapun pengertian secara lebih luas lagi adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, baik dalam hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.

1.     Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah diambil dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna yaitu : pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa. Secara umumnya dapat diartikan  mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll. Tauhid rububiyah yaitu suatu kepercayaan bahwa yang menciptakan alam dunia beserta isinya ini hanyalah Allah sendiri tanpa bantuan siapapun. Dunia ini ada yang menjadikan yaitu Allah SWT dan semua orang meyakininya.
Setelah mengetahui bahwa pencipta kita adalah Allah swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya berada di tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia yang mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita. Allah maha kuat tiada kekuatan yang menyamai Allah. Maka timbullah kesadararan bagi mahluk untuk mengagungkan Allah. Mahluk harus bertuhan hanya kepada Allah, tidak kepada yang lain. Maka keyakinan inilah yang disebut dengan tauhid rububiyah. Jadi tauhid rububiyah adalah tauhid yang berhubungan dengan ketuhanan.
Sebagaimana telah dikatahui bahwa iman kepada wujud Allah, ke-Esaan, serta rububiyyah-Nya atas seluruh mahluknya merupakan perkara yang memang hati telah tercipta dan jiwa telah terbentuk untuknya, juga telah sepakat atasnya seluruh umat, sebab Allah sangat jelas dan sangat nyata sehingga tidak memerlukan dalil untuk membuktikan wujudnya. Allah SWT berfirman :
žcÎ) ãNä3­/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# ÓÅ´øóムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$# ¼çmç7è=ôÜtƒ $ZWÏWym }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur tPqàfZ9$#ur ¤Nºt¤|¡ãB ÿ¾Ín͐öDr'Î/ 3 Ÿwr& ã&s! ß,ù=sƒø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÎÍÈ

Artinya :
“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan –Nya pula)matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya.ingatlah  menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.Al-A’raf : 54)

2.     Tauhid Uluhiyah
Ulluhiyyah diambil dari kata al-ilah yang maknanya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan sesuatu  yang ditaati secara mutlak dan total. kata llah ini diperuntukkan bagi sebutan sesembahan yang benar (haq).  Tauhid uluhiyyah adalah menyakini bahwa tiada tuhan selain Allah SWT. Ini juga merupakan hasil lain keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia. Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt, pengaturan dan pengarahan hidup kita diserahkan kepada-Nya. Tauhid uluhiyah juga di sebut tauhid ubudiyyah Yaitu menyendirikan/mengesakan Allah dalam ibadah. Maka yang berhak untuk diibadahi hanyalah Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (satu-satunya) yang (memiliki hak untuk disembah), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang batil.”  [QS. Luqman: 30].
Berdasarkan firman di atas dalam tauhid uluhiyyah ini mengharuskan seseorang menjadi hamba yang beribadah kepada Allah semata, yang tunduk hanya kepada-Nya, dengan rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya, serta beribadah menurut syari’at yang telah Allah gariskan.
Tauhid Uluhiyyah ini berhubungan erat dengan dua hal, yaitu:
1) Amal/perbuatan,  
2) Ibadah.
Supaya kedua hal tersebut mendapat pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk meyakinkan pentingnya Niat/Ikhlas didalam beramal dan beribadah. Para ulama telah sepakat Niat yang Murni berperan penting dalam meridhoi amal dan ibadah yang kita lakukan sehari-hari.
Ibnu Athoillah menyatakan bahwa Niat/Ikhlas adalah Ruhnya:
“Amal-Amal adalah laksana gambaran-gambaran yang berdiri tegak dan yang menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlas/niat”
Berdasarkan keterangan di atas, amal-amal seperti sholat dan bersedekah tidak akan ada ruhnya dalam arti tidak akan diterima dan diberi pahala apabila tidak diiringi dengan niat yang murni. Sholat yang dikerjakan ataupun sedekah yang berjuta-juta tanpa ada niat yang benar seolah-olah sholat dan sedekah yang berjuta-juta itu laksana jasad yang mati tergeletak tak ada arti.
Oleh karena itu, setiap aktifitas ibadah seperti: sedekah, puasa,  apabila kosong tanpa keikhlasan/niat didalamnya, maka sedekah, puasa, berdzikir tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat (kebiasaan).
Ibnu Abbas menyatakan bahwa:

كل عبادة خلت من الإخلاص فليست عبادة بل هي عادة
“Setiap ibadah yang kosong dari ikhlas/niat, maka itu bukanlah ibadah tetapi ia disebut kebiasaan (adat)”

3.     Tauhid Asma’ Wa Sifat
Secara bahasa Kata “اسماء” adalah bentuk jama dari kata “اسم”, yang artinya ‘nama’. “اسماء الله” berarti ‘nama-nama Allah’. اسماء الحسنى berarti nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
Sedangkan kata “صفة” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa indonesia. Kata “صفة” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar  kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “صفة الله” mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan hukum-hukumnya tanpa Tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil/tasybih.
1. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil. Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum.
2. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang  menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik. Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.

3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
4. Tamtsil/Tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupadengan-Nya.
Sebagaimana firman Allah SWT :

ليس كثله شيء وهو السميع البصير

Artinya:
“Tiada yang menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As Syura : 11)   

      ‘Itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta’ala didasari atas dua prinsip:
1. Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.
2 .Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
 Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang Asma’ (Nama-Nama) dan ayat-ayat-Nya, tidak menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat diqiaskan dengan makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menuturkan Sifat dan Asma’Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan) Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus (ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
B.    Kesimpulan
Tauhid Rububiyah : Ialah mengimani bahwa Allah swt adalah pencipta segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut dan kita sebagai manusia harus mempercayai bahwa Allah lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Tauhid Uluhiyah : ialah mengimani bahwa hanya Allah lah yang berhak disembah dan tidak ada sekutu baginya, oleh karena itu segala bentuk ibadah yang kita kerjakan hanya kita tujukan kepada Allah saja, tidak boleh ada satu ibadah pun yang kita tujukan kepada selain Allah.
Asma wa Sifat : Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
Dan ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh setiap umat muslim karena ketiga tauhid tersebut tidak bisa di pisah-pisahkan. Jika kita tidak mengimani satu saja di antaranya, maka kita tergolong orang-orang musyrik.